Dituduh Transgender, Imane Khelif Tumbangkan Carini dalam 46 Detik
wejangasi.com – Dituduh Transgender, Imane Khelif Tumbangkan Carini dalam 46 Detik. Kemenangan Imane Khelif dalam ajang tinju putri Olimpiade Paris 2024 telah memicu kontroversi yang mengguncang dunia olahraga. Pertanyaan mengenai keadilan dan kesetaraan dalam olahraga kembali mencuat.
Khelif, 25 tahun, lolos ke perempat final tinju kategori wanita kelas 66 kilogram pada Kamis (01/08) setelah Carini (25 tahun) meninggalkan ring. Pertarungan keduanya berlangsung selama 46 detik.
Baca juga : Liverpool Bungkam Arsenal 2-1 Pada Laga Uji Coba
Carini terkena pukulan di wajah ketika laga berjalan 30 detik. Begitu menerima pukulan itu, Carini pergi ke sudutnya untuk meminta pelatihnya membetulkan pelindung kepala. Pertarungan sempat dilanjutkan, namun Carini meminta laganya dihentikan.
Bukan kemenangan yang dipersoalkan, tapi kelayakan Khelif berlaga di tinju wanita. Pasalnya, perawakan fisiknya seperti pria karena ditemukan banyak kromosom XY. Padahal kromosom XY ini normalnya ada di tubuh pria.
Pada kejuaraan dunia tahun 2023, Khelif, bersama petinju Taiwan Li Yuting, dicoret gelarnya Asosiasi Tinju Internasional (International Boxing Association/IBA) karena “tak lulus kelayakan gender”.
Baca juga : Isi Pesan Ibu dan Anak Tinggal Kerangka Untuk Sang Suami
Ada yang menganggap Khelif transgender. Yang lain tak eksplisit menyebutnya transgender, tapi menudingnya tak pantas berkompetisi dengan sesama wanita.
Apakah Khelif Mengidap Sindrom Swyer?
Individu dengan Sindrom Swyer adalah mereka yang secara genetik memiliki kromosom XY, namun lahir dengan alat kelamin eksternal perempuan dan gonad yang tidak berfungsi, dikenal sebagai “gonad streaks”. Pada masa kanak-kanak, mereka tumbuh dan berkembang seperti anak perempuan lainnya tanpa perbedaan fisik yang mencolok. Namun, saat pubertas tiba, mereka tidak mengalami perkembangan karakteristik seksual sekunder seperti pertumbuhan payudara, menstruasi, atau perkembangan rambut kemaluan karena gonad mereka tidak menghasilkan hormon seks.
Sistem reproduksi individu dengan Sindrom Swyer memiliki rahim yang berkembang normal, namun tidak memiliki ovarium yang berfungsi sehingga mereka tidak bisa menghasilkan ovum. Dengan terapi hormon estrogen dan progesteron, mereka bisa mengalami menstruasi buatan dan mengembangkan karakteristik seksual sekunder perempuan. Namun, infertilitas tetap menjadi masalah karena tidak adanya sel telur yang bisa dihasilkan. Teknologi reproduksi berbantuan seperti penggunaan sel telur donor mungkin menjadi opsi bagi mereka yang ingin memiliki anak.
Identitas gender individu dengan Sindrom Swyer biasanya sesuai dengan jenis kelamin perempuan di mana mereka dibesarkan. Dukungan psikologis dan emosional sangat penting untuk membantu mereka memahami dan menerima kondisi mereka, serta menghadapi tantangan yang mungkin timbul. Dengan perawatan medis yang tepat dan dukungan yang memadai, mereka dapat menjalani kehidupan yang sehat dan memuaskan.
Namun, sejauh ini belum ada penjelasan lebih lanjut terkait masalah Khelif, apakah ia mengidap sindorm swyner.