Kronologi Peringatan Darurat Indonesia yang Viral
Wejangasi.com – Belakangan ini, publik dihebohkan dengan gambar bertuliskan “Peringatan Darurat!” yang menampilkan lambang Garuda berlatarkan warna biru gelap. Gambar ini menjadi viral di berbagai platform media sosial, terutama di tengah meningkatnya tensi. Politik nasional setelah keputusan kontroversial terkait revisi UU Pilkada. Banyak yang bertanya-tanya, apa sebenarnya yang terjadi? Berikut kronologi yang dirangkum dari akun X @diarestbabe_
Kronologi dan Isu Politik di Balik Peringatan Darurat
Kabar ini mulai ramai dibicarakan pada pagi hari tanggal 21 Agustus 2024, setelah rapat penting digelar di DPR. Rapat tersebut membahas revisi UU Pilkada yang memunculkan aturan baru mengenai batas usia calon kepala daerah. Salah satu poin kontroversial adalah penambahan aturan yang memperbolehkan pencalonan gubernur saat calon telah berusia 30 tahun.
Terhitung sejak pelantikan, bukan saat pendaftaran. Perubahan ini mencuri perhatian karena berpotensi membuka jalan bagi Kaesang Pangarep, putra Presiden Joko Widodo. Yang saat ini berusia 29 tahun, untuk maju dalam Pilkada Jawa Tengah.
Baca juga : Diduga Thereesome : Azizah Selingkuh dari Pratama Arhan
Revisi ini dianggap bertentangan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). Yang sebelumnya menetapkan bahwa calon gubernur harus berusia minimal 30 tahun saat pendaftaran.
Namun, DPR bersikeras bahwa revisi ini sesuai dengan keputusan Mahkamah Agung (MA). Meskipun sebenarnya MA hanya memberikan putusan terkait Peraturan KPU, bukan UU Pilkada.
Politik Dinasti dan Pengaruh Kekuasaan
Perubahan aturan ini diduga kuat berkaitan dengan ambisi Kaesang Pangarep yang ingin mengikuti jejak kakaknya. Gibran Rakabuming Raka, yang telah berhasil menduduki posisi penting di pemerintahan. Setelah Pak Anwar Usman, paman Kaesang, diberhentikan sebagai Ketua. MK akibat kasus sebelumnya, terdapat rencana untuk menggantinya dengan Pak Suharyoto yang memiliki reputasi berintegritas.
Pak Anwar kemudian menggugat Pak Suharyoto ke PTUN dan menang, tetapi keputusan ini dibatalkan saat banding, dan akhirnya. Pak Suharyoto diangkat menjadi Ketua. MK, didampingi Pak Saldi Isra, yang vokal menolak politik dinasti.
Kepemimpinan baru MK ini tegas menolak aturan baru tentang usia calon gubernur, yang membuat. DPR dan fraksi-fraksi di dalamnya berupaya keras mengubah aturan tersebut. Di sisi lain, terdapat kabar mengejutkan bahwa Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Golkar, tiba-tiba mundur dari jabatannya.
Spekulasi menyebutkan bahwa ini ada hubungannya dengan tekanan dari KPK yang diduga disuruh oleh Jokowi, terkait kasus harga minyak sawit. Pengunduran diri Airlangga diduga untuk memberi jalan kepada Bahlil Lahadalia, orang kepercayaan Jokowi, untuk memimpin Golkar dan mendukung Kaesang.
Baca juga : Ditemukan 150 gram Sperma : Pemerkosaan dan Pembunuhan Dokter Wanita di India
Dinamika Politik dan Nasib Oposisi
Setelah Airlangga mundur, Golkar dipimpin oleh Plt, dan Bahlil menjadi satu-satunya kandidat yang mengajukan diri sebagai. Ketua umum dan terpilih secara aklamasi. Dengan demikian, Golkar yang merupakan partai besar bisa dengan mudah mendukung pencalonan Kaesang.
Situasi ini membuat Anies Baswedan, yang sebelumnya diusung oleh PKB, PKS, dan NasDem, kehilangan dukungan. Partai-partai tersebut kabarnya mundur dari koalisi karena tekanan dan ancaman, serta tawaran posisi strategis di kabinet.
Di sisi lain, MK yang dipimpin oleh Pak Suharyoto mengeluarkan putusan yang. Menurunkan ambang batas (threshold) menjadi 7,5% kursi DPRD, memungkinkan PDIP mengusung Anies.
Namun, DPR menolak putusan ini dan tetap mempertahankan ambang batas 20%. Yang membuat pencalonan Anies menjadi sulit dan menguntungkan calon dari kubu lawan.
Baca juga : Jessica Wongso Bebas Bersyarat, Keluar dengan Senyum
Kesimpulan
Viralnya “Peringatan Darurat” ini mencerminkan kekhawatiran publik terhadap dinamika politik yang semakin tidak sehat. Perubahan aturan yang diduga dilakukan untuk kepentingan tertentu, serta upaya untuk menghalangi oposisi. Menunjukkan bahwa politik Indonesia masih penuh dengan intrik dan manipulasi. Rakyat kini semakin sadar bahwa aturan-aturan yang ada bisa dengan mudah diubah untuk kepentingan segelintir pihak.