Bali Tak Layak Dikunjungi di 2025? Ini Penyebab dan Tanggapan Kontroversialnya!
Bali, Wejangasi.com – Bali dengan destinasi wisata yang dikenal dengan pesona alam dan budaya uniknya. Baru-baru ini masuk dalam daftar “Destinasi yang Perlu Dihindari”. Oleh Fodor’s untuk tahun 2025. Situs perjalanan terkemuka asal Amerika Serikat tersebut menilai Bali tidak lagi layak dikunjungi oleh turis asing. Karena dampak pariwisata yang berlebihan terhadap lingkungan dan budaya setempat.
Fodor’s menulis dalam laporannya. “Pembangunan yang tidak terkendali dan didorong oleh pariwisata yang berlebihan telah merusak habitat alami. Bali, mengikis warisan lingkungan dan budaya, serta menciptakan ‘kiamat plastik’.” Mereka menyebutkan bahwa banyak pantai, seperti Kuta dan Seminyak, kini terkubur di bawah tumpukan sampah. Sampah plastik diperkirakan mencapai hampir 303.000 ton per tahun, dan hanya sebagian kecil yang dikelola dengan baik. “Pengelolaan sampah Bali hampir tidak mampu mengimbangi volume sampah yang terus meningkat,” kata Kristin Winkaffe. Pakar perjalanan berkelanjutan yang berfokus pada Asia Tenggara.
Baca juga : APK Masih Terpampang di Masa Tenang, Bawaslu Manggarai Barat Dipertanyakan
Namun, Pemerintah Provinsi Bali langsung merespons laporan tersebut. Kepala Dinas Pariwisata Bali, Tjokorda Bagus Pemayun, membantah penilaian tersebut. “Saya pikir artinya Bali sangat layak untuk dikunjungi, tidak hanya sekarang tetapi setiap saat,” ujar Pemayun, seperti dikutip dari DetikBali. Menurut Pemayun, Fodor’s hanya mengamati kawasan Bali Selatan yang padat wisatawan. “Kami akui di Bali Selatan, wisatawan memang terkonsentrasi di sana, tetapi tidak berarti Bali secara keseluruhan mengalami overtourism,” tegasnya.
Pemayun juga menambahkan bahwa tingkat hunian kamar hotel di seluruh. Bali rata-rata sekitar 80% sejak 2019, dengan puncaknya mencapai 90% pada musim liburan. Meskipun begitu, ia percaya bahwa tata kelola pariwisata yang lebih baik sedang diupayakan oleh Pemerintah Provinsi Bali. “Kami terus memperbaiki aturan alih fungsi lahan dan membentuk tim pengendalian pembangunan untuk menjaga kenyamanan Bali,” ungkap Pemayun.
Sementara itu, Cok Ace, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali, juga memberikan pandangannya terkait masalah overtourism. “Sebenarnya Bali tidak mengalami overtourism. Dengan luas wilayah yang delapan kali lebih besar dari Singapura. Bali masih bisa mengakomodasi lebih banyak wisatawan jika pengaturannya lebih baik,” kata Cok Ace, seperti dilaporkan oleh DetikTravel.
Walaupun Fodor’s memberikan gambaran pesimis mengenai masa depan. Bali, banyak pihak yang percaya bahwa dengan pengelolaan yang lebih baik. Bali tetap dapat menjaga daya tariknya tanpa mengorbankan kelestarian alam. Gary Bencheghib, pendiri Sungai Watch, mengingatkan, “Perjuangan kita sekarang adalah mengurangi dampak plastik yang semakin merusak lingkungan Bali. Kami harus bersama-sama berupaya untuk menciptakan pariwisata yang lebih berkelanjutan.”
Jadi, meskipun Bali masuk dalam daftar destinasi yang perlu dipertimbangkan ulang. Hal ini membuka diskusi penting tentang bagaimana mengelola pariwisata secara bijak, agar. Bali tetap menjadi tujuan yang menarik, tetapi juga bertanggung jawab terhadap keberlanjutan alam dan budaya.